Materi Kewirausahaan Dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis - Selamat pagi sobat Shantycr7, wah uda lama nih aku ga ngpost tentang kewirausahaan, padahal materi dan makalah tentang kewirausahaan ini lumayan banyak loh aku buat, soalnya kan kemaren aku disuruh dosenku untuk ngetik materi kewirausahaan ini dari buku beliau, yah meskipun termasuk buku jaul sih, hehhe tapi isinya lumayan kok ga jadul-jadul amat lah ;)
Nah, mari sama-sama kita bahas topik kewirausaan mengenai "Materi Kewirausahaan Dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis"
Nah, mari sama-sama kita bahas topik kewirausaan mengenai "Materi Kewirausahaan Dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis"
KEWIRAUSAHAAN DALAM
LEMBAGA PELAYANAN BUKAN BISNIS
Tujuan Khusus
Pengajaran (TKP):
Setelah mempelajari
materi 4 ini, mahasiswa mampu:
1.
Menjelaskan alsan pentingnya
kewiraswastaan dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis
2.
Mengidentifikasi kendala-kendala
kewiraswataan dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis.
3.
Menjelaskan kebijakan pengembangan
kewiraswataan dalam Lembaga Pelayanan Bukan Bisnis.
Kegiatan:
Pelajari dengan seksama
materi kewiraswastaan dalam lembaga pelayanan bukan bisnis yang disajikan di
bawah ini.
1.
Pentingnya kewiraswastaan dalam lembaga
pelayanan bukan bisnis
Lembaga bukan bisnis atau disebut lembaga pelayanan
masyarakat, seperti kantor pemerintah, serikat buruh, universitas, organisasi
geraja, mesjid, sekolah rumah sakit, organisasi masyarakat dan sosial, asosiasi
profesi, asosiasi perdagangan atau sejenisnya, perlu melakukan kewiraswastaan
dan bersifat inovatif, sebagaimana halnya pada lembaga bisnis. Tidak
disangsikan lagi, mereka mungkin lebih memerlukannya. Perubahan yang sangat
cepat dala masyarakat kita sekarang ini, dalam bidang teknologi atau pun dalam
bidang perekonomian, merupakan ancaman yang semakin besar terhadap lembaga
tersebut namun juga merupakan peluang yang semakin besar pula.
Mengapa
inovasi dalam lembaga pelayanan masyarakat sedemikian pentingnya? Kenapa tidak
membiarkan saja lembaga pelayanan masyarakat yang ada menempuh cara mereka
sendiri? Dan kenapa kita tidak mempercayakan saja inovasi yang kita perlukan
dalam sektor pelayanan masyarakat kepada lembaga baru, yang biasa kita lakukan
secara historis?
Jawabnya
adalah bahwa lembaga pelayanan masyarakat sudah menjadi teramat penting di
negara maju, dan juga sudah terlalu basar untuk diabaikan. Sektor pelayanan
masyarakat, baik milik pemerintah maupun
non pemerintah tetapi bukan pencari laba, telah tumbuh dengan pesat sepanjang abad ini dibandingkan
dengan sektor usaha swasta mungkin tiga sampai lima kali lebh pesat.
Pertumbuhan tersebut lebih pesat lagi terutama semenjak Perang Dunia II.
Sampai
batas tertentu, pertumbuhan ini justru dianggap sudah berlebihan. Apabila suatu
kegiatan pelayanan masyarakat dapat diubah menjadi perusahaan pembuat laba,
kegiatan itu harus diubah demikian. Hal itu hanya berlaku untuk bidang
pelayanan pemerintahan kota seperti yang terjadi di Lincon, Nebraska yang
sekarang “diswastakan”.
Problema
sentral ekonomi dalam masyarakat maju selama dua puluh atau tiga puluh tahun
tidak bisa lain kecuali pembentukan modal (capital formation). Barangkali hanya di Jepang
persediaan modal masih mencukupi untuk kebutuhaan ekonomi. Oleh karena itu, kita akan menghadapi kesulitan untuk
melakukan kegiatan yang menelan modal
bukannya membentuk modal, sekiranya kegiatan tersebut dapat diorganisasikan
sebagai kegiatan yang membentuk modal,
sebagai kegiatan yang akan menghasilkan laba.
Namun masih banyak sekali kegiatan yang dilaksanakan
di dalam dan oleh lembaga pelayanan masyarakat, akan tetap merupakan kegiatan
pelayanan masyarakat, dan tidak akan lenyap atau diubah. Konsekuensinya
kegiatan tersebut harus dibuat menghasilkan dan produktif. Lembaga-lembaga
pelayanan masyarakat mau tidak mau harus belajar menjadi inovator, belajar
mengelola dirinya menurut cara wiraswasta. Untuk mencapai hal itu, lembaga
pelayanan masyarakat harus belajar memandang gejolak sosial, tekonologi,
ekonomi dan demografi sebagai peluang dalam suatu periode perubahan yang
berlangsung serba cepat dalam semua bidang itu. Jika tidak demikian, maka semua
ituakan berubah menjadi rintangan. Lembaga pelayanan masyarakat makin lama akan
semakin tidak mampu untuk menunaikan misinya karena mereka mematuhi program dan
proyek yang tidak akan dapat terlaksana dalam situasi lingkungan yang sudah
berubah. Namun demikian mereka tidak akan bersedia melepaskan misi yang tidak
dapat dilaksanakan itu lagi. Makin lama,mereka akan tampil sperti pangeran
feodal zaman dahulu setelah mereka kehilangan semua fungsi sosial yang mereka
miliki sekitar tahun 1300: hidup sebagai parasit,tidak bergunna tidak punya
apa-apa lagi selain kekuasaan untuk menghalangi dan menghisap. Mereka lalu akan
menjadi mau benar sendiri, sementara semaki kehilangan kekuasaan mereka.
Sebenarnya hal itu sudah terjadi pada lembaga yang nyata-nyata dianggap paling
kuat di antara semuanya, serikat buruh.
Namun demikian masyarakat dalam perubahan yang berlangsung dengan cepat yang
menghadapi tantangan baru, tidak boleh tidak memerlukan lembaga pelayanan
masyarakat.
Sekolah
umum di Amerika Serikat merupak contoh dari peluang dan bahaya itu. Kecuali
bila ia berdiri di barisan paling depan dalam inovasi, ia tidak akan mungkin
dapat bertahan hidup dalam abad ini, kecuali barangkali senagai sekolah bagi
kaum minoritas di daerah perkampungan melarat. Untuk pertama kali dalam sejarah
Amerika Serikat menghadapi ancaman struktur kelas dalam bidang pendidikan, dimana hampir semua golongan
kecuali yang sangat miskin berada di luar sekolah-sekolah umum-
sekurang-kurangnya di kota dan pinggiran kota dimana kebanyakan mereka itu bertempat
tinggal. Dan ini secara jujur harus diakui sebagai kesalahan sekolah umum itu
sendiri, sebab segala sesuatu yang diperlukan untukmengubah sekolah itu
sebenarnya sudah diketahui.
Banyak
lembaga pelayanan masyarakat lainnya juga menghadapi situasi yang sama.
Pengetahuan sudah tersedia. Perlunya berinovasi sudah sangat jelas. Apa yang
harus mereka lakukan sekarang adalah mempelajari bagaimana mengembangkan
kewiraswastaan dan inovasi dalam sistem mereka sendiri. Jika tidak demikian,
maka mereka akan segera digantikan oleh orang luar yang akan menciptakan
lembaga pelayanan masyarakat wiraswasta yang mampu bersaing, dan dengan
demikian membuat lembaga pelayanan masyarakat yang sudah ada menjadi barang
usang.
Akhir
abad ke -19 dan awal abad ke-20 ini adalah periode kreativitas dan inovasi yang
maha dahsyat dalam bidang pelayanan masyarakat. Inovasi sosial yang telah
berlangsung selama 75 tahun hingga tahun 1930-an, benar-benar merupakan inovasi
yang sama menariknya, sama produktifnya dan sama pesatnya dengan inovasi bidang
teknologi, jika tidak lebih dari itu. Tetapi dalam kurun waktu itu, inovasi
mengambil bentuk penciptaan lembaga pelayanan masyarakat yang baru. Kebanyakan
dari lembaga-lembaga yang kita miliki sekarang memiliki bentuk dan misi yang
tidak lebih dari enam puluh atau tujuh puluh tahun usianya. Tetapi dua puluh
atau tiga puluh tahun yang akan datang akan sangat jauh berbeda. Perlunya
inovasi sosial mungkin akan jauhlebih besar, tetapi sebagian besar daripadanya harus
merupakan inovasi sosial dalam lembaga
pelayanan masyarakat yang ada. Untuk mengembangkan manajemen wiraswasta
dalam lembaga pelayanan masyarakat yang ada, mungkin akan merupakan tugas politik yang teramat penting dari
generasi sekarang ini.
Namun demikian, lembaga pelayanan masyarakat merasa
jauh lebih sulit untuk melakukan inovasi
dibandingkan dengan perusahaan yang paling “birokratis” sekalipun. Segala “yang
ada” kelihatannya bahkan lebih dari
sekedar suatu hambatan. Yang jelas setiap lembaga pelayanan mempunyai keinginan
untuk bertambah besar. Dengan tidak adanya kriteria laba, maka ukuran merupakan
satu-satunya kriteria untuk menentukan keberhasilan sebuah lembaga dan
pertumbuhan menjadi tujuan itu sendiri. Dan tentu saja, selalu terdapat sedemikian banyak lagi
yang masih harus dikerjakan. Tetapi menghentikan kegiatan yang sudah bisa dikerjakan melakukan
kegiatan yang sama sekali baru, kedua-duanya sama tabunya bagi lembaga
pelayanan, tau setidak-tidaknya akan merupakan pekerjaan yang amat menyakitkan hati.
Sebagian
besar inovasi dalam lembaga pelayanan masyarakat, biasanya dipaksakan terhadap
mereka, baik oleh orang luar ataupun oleh malapetaka. Universitas modern
misalnya, didirikan oleh seseorang yang benar-benar orang luar yaitu seorang
diplomat Rusia, Wilhem Von Humboldt. Ia mendirikan universitas Berlin pada
tahun 1809 ketika universitas dan perang Napoleon. Enam puluh tahun kemudian,
universitas modern Amerika tampil sebagai penerus, pada saat perguruan dan
universitas tradisional sedang sekarat dan tidak mampu lagi menarik mahasiswa.
Demikian
pula, inovasi pokok dalam bidang kemiliteran pada abad ke dua puluh ini, baik
dalam struktur maupun dalam strategi, semuanya terjadi sebab akibat kegagalan
yang memalukan dan kekalahan yang menyakitkan. Organisasi Angkatan Darat
Amerika dan strateginya yang disusun oleh ahli hukum New York, Elihu
Root,Menteri Peperangan dalam pemerintahan Teddy Roosevelt, menyusul kekalahan
yang memalukan dalam perang Amerika-Spanyol, beberapa tahun setelah itu,
reorganisasi Angkatan Darat Inggris dan penyusunan strateginya, oleh Menteri
Peperangan Haldane, juga sorang sipil, menyusul
prestasi Inggris yang tidak kurang memalukan dalam perang Boer dan
pemikiran kembali penyusunan strategi dan struktur Angkatan Darat Jerman
menyusul kekalahannya dalam Perang Dunia I.
Dan
dalam bidang pemerintah, pemikiran inovatif yang paling besar dalam sejarah
politik yaitu Orde Baru Amerika (America’s New Deal) pada tahun 1933-1936,
tercetus sebagai akibat depresi yang demikian hebatnya. Yang hampir-hampir
melumpuhkan segenap struktur sosial bangsa Amerika.
Kekuatan
yang merintangi kewiraswastaan dan inovasi dalam lembaga itu sendiri merupakan bagian dalamnya
dan tidak dapat dipisahkan dari padanya. Bukti paling tepat mengenai hal itu
adalah pelayanan staf intern usaha bisnis yang pada hakikatnya tidak lain
adalah”lembaga pelayanan masyarakat” yang ada dalam tubuh bisnis itu sendiri.
Bagian itu biasanya dipimpin oleh orang yang berasal dari bagian operasi
perusahaan dan telah membuktikan kemampuan mereka untuk berprestasi dalam pasar
yang bersaing. Namun demikian pelayanan staf intern tidak pernah terkenal
sebagai inovator. Mereka tidak bersedia melepaskan kegiatan yang biasa mereka
lakukan. Tetapi begitu mereka sudah mantap, mereka hampir-hampir tidak pernah
melakukan inovasi.
2.
Kendala-kendala pengembangan
kewiraswataan dalam lembaga pelayanan bukan bisnis.
Berikut
ini tiga sebab penting mengapa perusahaan yang ada, menampikan rintangan yang
banyak sekali bagi inovasi dalam lembaga pelayanan bukan bisnis atau
masyarakat, jika dibandingkan pada
lembaga bisnis umunya.
1)
Lembaga pelayanan bukan bisnis atau
masyarakat bekerja atas dasar anggaran bukannya dibayar atas hasil yang
diperolehnya. Ia dibayar untuk upayanya dan dengan dana yang diperoleh dari
orang lain, baik para pembajak pajak, para dermawan dari organisasi bantuan
sosial, atau pun dari departemen personalia atau staf pelayanan pemasaran yang
bekerja untuk suatu perusahaan. Semakin banyak lembaga pelayanan masyarakat,
lebih ditentukan keberhasilannya memperoleh anggaran yang lebih besar dan bukan
pencapaian hasil.
2)
Lembaga pelayanan bukan bisnis atau
masyarakat bergantung ada banyak sekali unsur. Dalam bisnis yang menjual
produknya ke pasar, salah satu unsur saja, konsumen pada tingkat ekstremnya
dapat mengesampingkan semua unsur lain. Suatu bisnis agar berhasil hanya
memerkukan bagian yang sedikit saja dari sebuah pasar yang kecil. Setelah itu
ia akan dapat memenuhi kebutuhan unsur lainnya, apakah itu pemegang saham,
karyawan, masyarakat setempat dan sebagainya. Tetapi justru karena lembaga
pelayanan masyarakat- termasuk juga
kegiatan staf dalam sebuah badan usaha bisnis- tidak mempunyai “hasil” yang
membuatnya dibayar, maka setiap unsur tidk peduli bagaimana marjinalnya, pada
hakikatnya mempunyai hak veto. Lembaga pelayanan masyarakat harus memuaskan
semua orang tentu saja ia tidak boleh mengabaikan satu orang lain.
Pada saat lembaga
pelayanan memulai suatu kegiatan, maka iamemerlukan sebuah konstitusi yang
akan menolak penghapusan program itu
bahkan modifikasinya.un, sesuatu yang baru selalu menimbulakn kontroversi. Ini
berarti bahwaia akan ditentang oleh konstitusi yang ada sebelum berhasil
membentuk konstituensinya sendiri untuk mendukungnya.
3)
Lembaga pelayanan bukan bisnis atau
masyarakat bagimanapun juga dibentuk untuk berbuat baik. Ini berarti bahwa
mereka cenderung untuk melihat misi mereka sebagai suatu kemutlakan moral daripada sebagai kegiatan ekonomi yang
ditinjau atas laba-ruginya. Para ekonomis senantiasa mencari pengalokasian yang
berbeda atas sumber daya yang sama untuk memperoleh hasil yang lebih tinggi
dengan suatu kriteria tertentu. Para moralis selalu menuntut “berbuat baik”
tanpa kriteria.
Hal itu berarti bahwa lembaga pelayanan bukan bisnis atau
masyarakat berusaha untuk melakukan maksimisasi bukannya optimasi. Tugas kita
tidak akan habis-habisnya, kata pimpinan Crusade Against Hunger, selama masih
ada seorang di permukaan bumi ini yang pergi tidur dalam keadaan perut kosong.
Jika berani mengatakan, “tugas kami akan selesai jika sebagian besar anak yang
dapat dicapai melalui jalur distribusi yang ada, sudah memperoleh cukup makan
sehingga tidak terhalang pertumbuhannya”, maka orang itu akan ditendang dari
jabatannya. Tetapi jika tujuannya adalah maksimisasi, bagimanapun juga pasti
tidak akan tercapai. Begitulah makin
dekat seseorang pada sasarannya maka akan semaki banyak upaya yang diperlukan.
Karena sekali optimisasi dapat tercapai (hasil optimum yang dapat dicapai dalam
setiap upaya pada umumnya, tidak akan lebih dari 75-85 persen dari hasil
maksimum yang secara teoritis dapat diharapkan), maka biaya tambahan yang
diperlukan akan semakin meningkat secara eksponensial, sementara hasil yang
diperoleh akan menurun secara eksponensial pula. Oleh karenanya semakin dekat
suatu lembaga pelayananan masyarakat pada pencapaian sasarannya maka ia akan
semakin frustasi dan lebih keras lagi ia mengerjakan pekerjaan yang sedang
dilakukannya.
3.
Kebijakan pengembangan kewiraswastaan
dalam lembaga bukan pelayanan.
Untuk
mengembangkan kewiraswastaan dalam lembaga bukan bisnis atau masyarakat beberapa
kebijakan diperlukan seperti berikut ini:
1. Lembaga
pelayanan bukan bisnis atau masyarakat harus didefenisikan dengan tegas. Apa
yang menjadi tujuannya? Apa alasan eksistensinya? Lembaga pelayanan masyarakat
harus diarahkan pada sasaran bukannya pada program dan proyek. Program dan
proyek harus selalu dianggap sebagai kegiatan sementara dan nyatanya memenag
mereka ini berusia pendek.
2.
Lembaga pelayanan masyarakat memerlukan
pernyataan yang realistis mengenai tujuan –tujuan yang akan dicapainya. Ia
harus menyatakan “tugas kita adalah mengurangi bahaya kelaparan”, daripada
mengatakan “tugas kita adalah melenyapkan bahaya kelaparan”. Lembaga pelayanan
masyarakat memerlukan sesuatu yang dapat dicapai dengan murni dan oleh karena
itu harus ada sebuah komitmen terhadap sasaran yang masuk akal, sehingga pada
akhirnya ia dapat mengatakan dengan lega, “Tugas kita sudah selesai”.
Sudah pasti ada sasaran
yang tidak pernah dapat dicapai. Untuk melaksanakan keadilan dalam suatu
masyarakat manusia misalnya jelas merupakan tugas yang tidak akan pernah
habis-habisnya yang tidak akan pernah benar-benar selesai, bahkan menurut
standar yang paling sederhana sekalipun. Tetapi kebanyakan sasaran dapat dan
harus dinyatakan secara optimal, bukannya maksimal. Sesudah itu barulah mungkin
untuk mengatakan : “Kita telah mendapatkan apa yang kita coba dapatkan”.
3.
Kegagalan untuk mencapai tujuan , haruslah
dipandang sebagai petunjuk bahwa tujuan tersebut mungkin salah atau setidak-
tidaknya salah defenisinya. Maka asumsinya adalah bahwa tujuan harus lebih
bersifat ekonomis daripada moral. Jika suatu tujuan tidak dapat dicapai sebuah
percobaan berulang-ulang maka orang harus berasumsi bahwa tujuan itu salah. Dan
tidak dapat dibenarkan menganggap kegagalan sebagai alasan yang tepat untuk
mencoba sekali lagi dan seterusnya. Oleh karena itu kegagalan seyogianya
dijadikan alasan yang paling tidak masuk akal( Crime Facia) untuk menyangsikan
kesalahan sasaran tersebut- berlawanan sekali
keyakinan dari lembaga pelayanan
masyarakat pada umumnya.
4. Akhirnya,
lembaga pelayanan masyarakat perlu mengembangkan pencarian yang konstan atas
peluang inovatif di dalam kebijakan dan prakteknya. Setiap lembaga pelayanan
masyarakat harus mampu meluhat perubahan sebagai suatu peluuang dan bukan
sebagai suatu ancaman.
Lembaga pelayanan
masyarakat yang berinovasi seperti disebutkan
dalam halaman terdahulu berhasil karena menerapkan aturan dasar ini.
Dalam beberapa tahun
setelah Perang Dunia II, Gereja Katolik Romawi
di Amerika Serikat untuk pertama kali dihadapkan dengan masalah
munculnya dengan pesat orang Katolik awam yang berpendidikan tinggi. Sebagian
besar keuskupan Katolik dan sudah barang tentu juga sebagian besar lembaga
Gereja Katolik Romawi merasakan hal itu sebagai ancaman atau setidak-tidaknya
sebagai suatu masalah baru. Dengan munculnya orang Katolik awam yang
berpendidikan itu maka penerimaan uskup dan pendeta tidak dapat lagi dipastikan
seperti yang sudah-sudah. Namun, tidak ada tempat bagi orang Katolik awam ini
dalam struktur dan pemerintahan Gereja. Demikian pula, semua keuskupan Katolik Roma di Amerika Serikat semenjak
sekitar tahun 1965 atau 1970 menghadapi penurunan tajam dalam jumlah
orang-orang muda untuk menjadi pendeta- dan mereka merasakan hal ini sebagai
suatu ancaman. Hanya ada sebuah keuskupan Agung Katolik yang melihat kedua
masalah ini sebagai peluang. (hasilnya adalah keskupan tersebut malah menghadapi
problema yang berbeda. Pendeta muda dari seluruh Amerika serikat ingin
bergabung karena dalam keuskupan yang satu ini para pendeta mendapat tugas
sesuai dengn keterampilan yang dimilikinya yang menjadi daya tarik mereka
menjadi pendeta).
Lincoln, Nebraska, 120
tahun yang lalu adalah kota pertama di wilayah Barat yang mengambil alih usaha
pelayanan umum seperti usaha pelayanan transportasi umum, tenaga listrik, gas ,
air minum dan lain-lain, menjadi milik pemerintah kotamadya. Dalam sepuluh
tahun terakhir ini, dibawah pemerintahan walikota wanita, Helen Bosalis, ia
mulai menswastakan usaha pelayanan seperti pengangkutan sampah,transport
sekolah dan sejumlah besar kegiatan lain. Kotamadaya Lincoln menyediakan uang
dan bisnis swasta mengajukan penawaran untuk mendapatkan kontrak dengan
demikian terjadi penghematan yang besar dala anggaran belanja dan sekaligus
berarti peningkatan yang besar dalam pelayanan.
Apa yang dilihat oleh
Helen Boosalis di Lincoln adalah peluang untuk memisahkan antara “penyedia”
pelayanan masyarakat dalam hal ini pemerintah dan “pemasok” pelayanan itu.
Pemisahan itu memungkinkan timbulnya standar pelayanan yang tinggi maupun
efisiensi, reliabilitas dan juga biaya
yang lebih murah sebagai akibat adanya persaingan.
Keempat aturan yang sudah
diuraikan di atas merupakan yang sudah diuraikan di atas merupakan kebijakan
dan praktek yang spesifik yang dibutuhkan oleh lembaga pelayanan jika lembaga itu bermaksud menjadikan dirinya
wiraswasta serta memiliki kemampuan untuk berinovasi. Namun, di samping itu
lembaga pelayanan masyarakat perlu mengambil kebijakan dan praktek yang sangat
dibutuhkan oleh setiap organisasi yang
ada dalam upaya menjadi wiraswasta, yaitu berbagai kebijakan dan praktek yang
sudah dikemukakan terdahulu.
A. Pertanyaan
diskusi:
1. Sebutkan
beberapa alasan mengapa kewiraswastaan penting dalam lembaga pelayanan bukan
bisnis atau lembaga pelayanan yang berorientasi pada masyarakat?
2. Identifikasi
kendala-kendala mengapa pengembangan kewiraswastaan dalam lembaga bisnis lebih mudah ketimbang dalam lembaga pelayanan
bukan bisnis?
3. Sebutkan
kebijakan kewiraswastaan dalam lembaga bukan bisnis dan jelas dengan singkat?
B. Tugas
:
Menjelang
Tentang kebijakan peningkatan
pelayanan masyarakat. Untuk memenuhi
maksud ini, beberapa lembaga pelayanan yang diorganisasi oleh “pemerintah”
dialihkan atau diubah menjadi swastanisasi.
Pertanyaan yang perlu dipertimbangkan :
1. Sebutkan
sekurang-kurangnya dua nama instansi/organisasi lembaga pelayanan yang
sebelumnya diorganisir pemerintah (baik pusat maupun daerah) diubah menjadi
swastanisasi di antara lain bidang /departemen di bawah ini:
Pemerintahan
Pertanian
Kehutanan
Perdagangan
Listrik
Telepon dan Komunikasi (TELKOM)
Pekerjaan Umum (PU)
Perbankan
Pendidikan
Bergerak
pada jenis pelayanan apa dan apa tujuan pokoknya?
2. Identifikasikan
sebab-sebab yang melatarbelakangi pengalihan tersebut?
3. Analisis
kemungkinan pengembangan kewiraswastaan setelah lembaga pelayanan masyarakat
itu diorganisir oleh pihak swasta atau lembaga bisnis?