Hardiknas “Pendidikan untuk Peradaban Indonesia yang Unggul”; Memanusiakan Manusia
Walaupun saat ini aku tidak
tinggal di Negaraku tercinta Indonesia, namun aku tak pernah lupa seremonial
yang selalu diadakan setiap tanggal 2 Mei, ya, itu adalah Hari Pendidikan
Nasional yang jatuh pada hari ini. Tadi aku baru selesai makan malam dengan profesorku
direstoran terdekat kampus CYCU, beliau mengundangku untuk berbicara lebih
lanjut mengenai studiku, mengenai kehidupan selama tinggal di Taiwan ini dan
juga mengenai tugas-tugas yang beliau berikan padaku tempo minggu, yah kami
berbincang layaknya seorang dosen dengan anak didiknya. Kuberitahu beliau bahwa hari ini adalah Hardiknas bagi
Indonesia, aku cerita tentang bagaimana system pendidikan di Indonesia dan
harapanku kedepannya seperti apa. Beliau cukup terkesan dan berharap
harapan-harapanku dan harapan semua bangsa Indonesia untuk pendidikan di
Indonesia yang lebih baik akan terwujud seiring berjalannya waktu.
Tema Hardiknas tahun ini
cukup menarik buatku yaitu “Pendidikan untuk Peradaban Indonesia yang Unggul”
jika dibanding tema tahun lalu yaitu “Meningkatkan Kualitas dan Akses
Berkeadilan”. Coba kita lihat kata “Peradaban” ditema itu. Menurut KBBI
peradaban adalah kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin, hal yang
menyangkut sopan santun, budi Bahasa dan kebudayaan suatu Negara. Sedangkan
kata “unggul” berarti lebih tinggi, melebihi yang lain atau lebih baik. Berarti
tema Hardiknas kali ini lebih ke manusianya atau SDMnya (karena adanya kata
peradaban tadi) yaitu lebih membangun manusia-manusia yang lebih baik untuk
peradaban yang unggul. Memang kalau melihat wajah
pendidikan kita di era modern ini, bisa dibilang sangat memilukan. Aku pribadi
mengamatinya geleng-geleng kepala, ya tidak cukup hanya geleng-geleng kepala
tapi butuh action untuk
memperbaikinya dan aku, semampu mungkin telah dan akan selalu melakukannya. Banyak
yang berpendapat bahwa pendidikan di Indonesia sudah cukup maju dan cukup baik.
Alasaannya ya karena banyak anak-anak Indonesia yang berprestasi hingga keluar
negeri, memenangkan kompetisi sains tingkat internasional, membuat mobil,
banyaknya sekolah-sekolah tempat orang-orang berkantong tebal dan ber IQ diatas
3 digit. Benarkah demikian? benarkah hanya dengan itu sudah bisa
merepresentasikan baiknya kualitas pendidikan kita? Tahukah kita seberapa
banyak anak-anak Indonesia yang tidak bisa bersekolah karena belum tersedianya
sarana dan prasarana yang mendukung? Tahukah kita seberapa banyak anak-anak
Indonesia yang harus putus sekolah demi bekerja untuk sesuap nasi? Tahukah kita
seberapa banyak anak-anak Indonesia yang mempertaruhkan nyawa belajar di bawah
atap sekolah yang hampir roboh, menyeberangi sungai yang amat dalam lewat
jembatan gawat darurat, berjalan sejauh beberapa kilometer ke sekolah? Tahukah
kita seberapa banyak anak-anak Indonesia yang tidak bisa menikmati fasilitas
sekolah disekolah yang baik dan tidak bisa mendapatkan pengajaran dari
guru-guru terbaik hanya karena keterbatasan finansial? Tahukah kita? Tahukah
kita seberapa banyak anak-anak yang stress karena pra/pasca UN, banyaknya
kecurangan selama UN berlangsung? Belum lagi soal kasus-kasus dalam pendidikan
yang baru-baru ini terjadi, sebut saja kekerasan seksual di JIS dan STIP? Yang lebih
tidak habis pikir yang aku lihat mengenai kurikulum yang terus saja berganti
entah berapa kali tapi tak ada efek yang berarti. Aku melihat pergantian
kurikulum ini hanya seperti trial and
error saja.
Miris memang dikala kondisi
bangsa ini seperti itu adanya, media malah menyorot sekolah-sekolah elit dengan
sarana dan prasarana yang aduhai, jarang sekali menyorot bagaimana kondisi
sekolah-sekolah di daerah terpencil khususnya anak-anak bangsa yang belum bisa
mengenyam dunia pendidikan. Kalaupun ada mata kebanyakan kita sepertinya prefer untuk tidak melihatnya apalagi
ingin tahu.
Yang aku perhatikan mengenai
system pendidikan di Indonesia ini (selain yang sudah pernah kutuliskan di blog
pribadiku) adalah pemerintah cenderung hanya melihat bahwa system yang sudah
rancang itu dilaksanakan diatas kertas dalam arti secara tertulis sudah
terlaksana tapi pada kenyataannya nol. Pemerintah tidak benar-benar bisa
menjamin bahwa apa yang sudah direncanakan itu benar-benar sudah terpenuhi atau
tidak. Disinilah letak permasalahannya.
Aku ingat semasa sekolah
dulu setiap tahun aku selalu mengikuti upacara di lapangan. Pidato demi pidato
dan wejangan demi wejangan yang arahnya selalu atau hampir sama setiap tahunnya
kudengar. Sejak aku duduk dibangku sekolah dan banyak membaca pendapat
orang-orang (baik dari golongan kependidikan maupun masyarakat biasa) tentang
upaya-upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, hingga detik ini
tampaknya pendidikan kita masih begitu-begitu saja. Bahkan data mengenai mutu pendidika di Indonesia
yang disampaikan oleh Menko Kesra HM. Jusuf Kalla, mutu pendidikan di Indonesia saat
ini berada diurutan ke-7 dari 10 negara di Asia Tenggara.
Sesuai
dengan tema Hardiknas tahun ini; “Pendidikan untuk Peradaban
Indonesia yang Unggul”, memang dibutuhkan
anak-anak bangsa seperti sosok Ki Hajar Dewantara untuk membangun pendidikan
Indonesia yang unggul. Tema ini juga berarti memanusiakan manusia atau seperti
yang Pak Jokowi bilang dalam visinya “Revolusi mental” sehingga pemerintah dan
wakil-wakil rakyat bisa memaksimalkan perannya. Semoga di Hardiknas tahun depan
jika Tuhan mengizinkan, ditulisanku akan ada tertulis “pendidikan Indonesia
tahun ini sudah ada kemajuan”. Amin. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2014.