Pages

Sunday, March 16, 2014

Ceritaku Sebagai Mahasiswa Internasional di Chung Yuan Christian University

"Hati-hati ya nang, ingat Tuhan selalu, jangan lupa istirahat, jangan terlalu banyak belajar dan minum vitamin ya. Kabari kalau sudah sampai ya boru", begitulah kata-kata yang diucapkan orangtuaku padaku saat melepasku di Bandara ketika akan segera berangkat ke Taiwan menempuh studi lanjutku tepatnya sebulan yang lalu 15 Februari 2014. Kalau ingat itu terkadang aku menangis, yah aku sangat teramat mencintai orangtuaku (lebih dari diriku sendiri) dan aku sering rindu pada mereka akhir-akhir ini, walaupun sebelumnya juga aku hidup mandiri tinggal jauh dari mereka tapi tetap saja belum bisa membayangkan beberapa tahun kedepan mungkin aku tidak bisa melihat wajah mereka. Meskipun demikian aku berpikir bahwa ini adalah tantangan bagiku untuk bisa hidup lebih mandiri.

Well, berhubung karena aku bukan tipe orang yang mempunyai tingkat kecemasan berlebih tentang sesuatu hal, jadi aku tidak berpikir terlalu jauh mengenai bagaimana nanti kedepannya kehidupanku di Taiwan yang sangat jauh dari orangtua, bagaimana bisa survive disini bersama orang-orang yang kebanyakan tidak mengerti bahasaku, hidup di negeri orang yang budayanya sangat berbeda dengan budayaku, bagaimana studi disini bersama international students yang lain, bisakah aku mengikutinya dengan baik atau tidak, dll. Yah semua itu kubawa santai dalam pikiranku, aku mencoba untuk positive thinking, dalam hati aku selalu berkata “Kalau Tuhan sudah memilihku untuk belajar disini maka Ia tidak akan pernah membiarkanku down”.

Sabtu pukul 01.00 dini hari kami berangkat dari rumah (aku, orangtuaku, pamanku, tanteku, adikku, dan sepupuku) tiba dibandara sekitar pukul 04.00. Kami menghabiskan waktu untuk makan dan bercanda ria di bandara Internasional Kuala Namu sebelum kepergianku. Setelah check in dan menunggu beberapa saat bersama dengan temanku yang juga lulus dikampus yang sama denganku, pesawat Air Asia yang kami naiki pun take off tepat pukul 06.20 sesuai jadwal yang tertera di tiketku. Tiba di Malaysia pukul 09.30 waktu Malaysia, transit kemudian berangkat menuju Taiwan pukul 10.00 dan tiba di Taiwan pukul 14.30 waktu Taiwan. Sesampainya di bandara Taiwan kami melalui beberapa prosedur ketibaan sebagai warga asing dan tentu aku tidak lupa menukarkan uangku ke NTD (New Taiwan Dollar). Setelah itu kami melihat 2 orang utusan kampusku (CYCU) sedang mencoba mencari-cari kami dengan mengangkat kertas bertuliskan nama kampus kemudian kami menghampiri mereka berdua dan berbincang-bincang cukup lama dengan mereka. Mereka sangat welcome dan ramah sekali. Kami menuju kampus dengan menggunakan bus kampus. Sesampainya di kampus mereka berdua melepas kami pada partner kami masing-masing yang akan memandu kami selama beberapa minggu di Taiwan termasuk membantu mempersiapkan registrasi dan keperluan selama di Taiwan. Partnerku namanya Tony, sangat baik, pintar dan profesional. Dia yang menemaniku kemanapun aku mau ditemani, jalan-jalan keliling kampus, ketempat makan vegetarian dan bebas B2 (aku advent), ke supermarket membeli selimut yang super tebal (lagi musim dingin up to 7 degree) dan semua kebutuhanku.

Hari pertama memasuki kampus kata-kata yang ada dalam benakku adalah “Amazing”, “very professional”, “Friendly” and sure “I feel like home here”.

Wah, aku sampai bertanya-tanya dalam hati, “orang-orang disini manusia atau malaikat penolong sih?” (begitulah saking beda jauhnya dengan yang kurasakan di Indo). Aku hampir speechless, tak kusangka akan sebaik ini adanya. Walaupun begitu, bukan berarti selama proses pendaftaran semua mulus-mulus saja, pastilah ada masalah-masalah kecil yang menghampiri, yaitu ketika akan memilih mata kuliah untuk spring semester ini, hanya ada 2 lectured in English selebihnya diajarkan dalam bahasa China. Awalnya sempat khawatir namun seperti yang kusebut tadi bahwa officers disini sangat profesional dan akan mempermudah segalanya, maka setelah aku berdiskusi dengan profesor (advisorku) dan Chairman departmentku (International Business) maka aku bisa mengikuti mata kuliah lectured in Chinese karena ternyata Lǎoshī (pengajarnya) disini kebanyakan sudah mengerti bahasa Inggris dan lagi Lǎoshī memberikanku PPT dalam bahasa Inggris juga, ujian dan tugas-tugas yang diberikan kepadaku pun dalam bahasa Inggris.

Harus kuakui bahwa teman sekelas dan selab ku tidak semua bisa berbahasa Inggris, namun mereka sangat ingin berkomunikasi denganku, walau bagi mereka sulit tapi mereka mencoba mengerti dan juga mau mengajariku bahasa Mandarin. Mereka sangat ramah, bahkan berkali-kali selalu mengatakan “Jika ada masalah segera beritahu kami ya jangan sungkan-sungkan”. Satu hal yang paling salut dan sangat berbeda dengan yang kutemui di Indo adalah ketulusan membantu orang-orang sini, mereka kalau membantu tidak tanggung-tanggung, sampai tuntas malah. Misalnya ketika kemarin aku sedikit tersesat berjalan sendiri menuju stasiun dengan berjalan kaki sejauh sekitar 2 kilometer lebih mungkin, aku bertanya pada salah seorang karywan toko yang kurang pandai berbahasa Inggris, dia hanya bisa berbahasa tubuh yang cukup sulit juga kupahami, aku hanya bisa berkata Wǒ bù huì shuō zhōngwen (aku tidak bisa bahasa Cina) atau Wǒ bù dong nǐ shuō shénme (aku tidak mengerti apa yang kau katakan). Selanjutnya dia bergegas dan sangat antusias menghantarku langsung sejauh 500 meter langsung ke stasiun padahal ku lihat dia agak sibuk dengan pekerjaannya. Wah salut sekali. Terutama teman-teman lab dan sekelasku mereka super baik, yang jelas aku bagaikan anak emas disini :) belum lagi officers departemenku yang memberikan ku termos minum (soalnya disini lagi musim dingin jadi harus banyak minum air hangat), payung, gelas dan buku-buku, binder juga padahal yang lain tidak, tapi kata mereka mungkin karena aku satu-satunya international student di departemenku, begitupun mereka ikut senang dan tidak iri (kalau di Indo kan pasti sudah saling menggosip satu sama lain hehhe).

Mengenai pelajaran dan sistem perkuliahan disini puji Tuhan sejauh ini masih sangat bisa kuikuti. Harus kuakui belajar disini lebih tired dibanding waktu di Indo. Disini aku dituntut untuk banyak baca, jadi seharian pekerjaanku hanya membaca,baca, dan baca kemudian memahami dan menganalisa, membuat laporan dan presentasi. Masing-masing mahasiswa S2 di college ku punya sebuah meja pribadi di lab, kita bisa menghabiskan waktu seharian berada di lab untuk surfing internet seperti membaca online, menonton video dari youtube dll dengan kecepatan internet super tinggi. Selain itu aku bisa belajar bahasa Mandarin dengan mereka.

Aku tinggal di asrama khusus wanita di CYCU, namanya “En Tze Hall” kamar A14 selama setahun kedepan dan tahun berikutnya akan dipindahkan ke asrama yang lebih bagus lagi dan besar tentunya. Disini semuanya free kecuali listrik, air dan fasilitas asrama (bayar 1000 NTD/semester), aku sangat beruntung bisa mandi rutin seperti di Indo karena mengingat cuaca disini yang dinginnya sangat ekstrim namun aku bisa mandi pakai air hangat yang sudah otomatis tersedia di shower jadi tinggal putar krannya mau mandi dingin sedingin es atau mandi air panas sepanas air panas kalau mau minum susu :). Satu kamar kami bertiga, seorang dari Jakarta dan seorang lagi dari Filipina. Mereka berdua teman yang baik dan masing-masing kami selalu sibuk dengan tugas masing-masing jadi tidak begitu sering berkomunikasi apalagi untuk bergosip ria seperti kebanyakan perempuan dikos-kosan di Medan. Lingkungan asrama super tertib dan sangat nyaman, tidak ada suara musik yang keras, suara sebagaimana ketika para wanita berkumpul dan bergosip (yang paling tidak kusuka waktu kos di Medan), teriak-teriak tidak jelas, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebisingan tidak pernah kutemukan asramaku ini pada hal jumlah mahasiswa di asrama ku ini sekitar 800-an orang dengan gedung setinggi 5 lantai. Wifi dan jaringan LAN juga punya kecepatan super tinggi jadi kapanpun dan dimanapun bisa surfing internet. Di asramaku ada juga ruang khusus untuk menonton tapi aku tidak pernah menikmatinya karena aku memang tidak suka menonton film, hanya bisa menikmati fasilitas desktop untuk internetan di dalam ruangan itu (soalnya kalau nonton berita atau stand up comedy atau siaran TV Indo lainnya livestreaming kurang puas di netbook ku, terlalu kecil)

Berbicara mengenai lingkungan sekitar, berhubung karena aku tinggal di asrama yang berlokasi di dalam kampus jadi aku sangat jarang berkomunikasi dengan warga disini apalagi lokasi sekitar kampusku hanya dipenuhi oleh pedagang (ruko) yang mayoritas penjual makanan. Hanya saat akan membeli makanan saja bisa berkomunikasi dengan mereka itupun hanya menanyakan harga makanannya saja dan memastikan bahwa komposisi makananya bebas dari pork atau daging babi. Makanan disini kebanyakan berkomposisi B2 termasuk minyak saat akan menggoreng makananya, tapi untungnya disini ada rumah makan khusus vegetarian jadi tidak ada unsur B2nya (aku sangat suka makan sayur). Harga makanan disini antara 40-100 NTD kalau ditempat makan biasa, kalau di hotpot berkisar antara 100-280 NTD (aku sekali seminggu makan di hotpot karena setelah bayar menu utama kita bisa free makan pop corn, es krim, roti, mi, dan berbagai jenis minuman serta buah selama berada disitu hehehe). Air putih sendiri tidak perlu dibeli disini sebagaimana di Indonesia yang pergalonnya Rp 5000, disini bisa minum sepuasnya dan gratis tentunya karena disetiap sudut asrama dan sudut kampus ada dispenser super besar yang bisa dikonsumsi mahasiswa.

Awalnya aku tidak menyangka suhu udara disini sedingin ini. Aku pikir tidak akan lebih dingin dari Siborong-borong atau Brastagi tapi ternyata super dingin, rasa dingin yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Jaket dan selimut yang kubawa dari rumahku sia-sia, sangat tidak membantu, saat itu aku berpikir aku harus membeli jaket dan celana untuk menghangatkanku, tapi aku berpikir lagi harganya sangat mahal hingga mencapai ribuan dollar sekitar Rp. 500.000 padahal beasiswa belum cair dan uangku pun pas-pasan jadi ku urungkan niatku dan mencoba meminjam jaket senior dari Indo untuk sementara. Para senior-senior yang dari Indonesia sangat welcome dan baik. Beberapa ada yang meminjamkan jaket super tebal yang sangat menghangatkan ku bahkan memberikan banyak jaket-jaket dan baju-baju lain padaku terutama senior yang sudah lulus dan kembali ke Indo. Aku sangat beruntung memang ;)

Baru-baru ini aku berpikir mengenai janjiku ke orangtua ku bahwa aku akan berusaha untuk mendapatkan uang tambahan untuk bisa kukirim ke mereka. Aku bukan berasal dari keluarga yang mampu melainkan dari keluarga sederhana yang sejak SMA hingga kuliah hampir tidak menggunakan dana dari orangtua apalagi untuk kuliah di Taiwan ini S2 apalagi karena itu sejak awal orangtua ku sangat melarangku untuk lanjut S2 (aku maklum karena pengetahuan mereka mengenai pentingnya pendidikan lanjut itu sangat minim), apalagi sudah ada pekerjaan menetap yang menghampiriku dikala aku sudah wisuda waktu itu dengan gaji yang cukup menggiurkan jadi orangtua ku menginginkanku kerja dulu agar bisa membantu keuangan mereka. Meskipun setiap hari aku selalu beradu pendapat dengan bapakku (karena beliau yang paling keberatan jika aku studi lanjut, mama setuju-setuju saja) tapi pada akhirnya mereka berdua ikhlas dan bangga melepasku studi lanjut ke Taiwan. Sebenarnya mereka tidak menuntut agar aku bisa mengirim uang ke mereka bahkan menyarankanku untuk konsentrasi belajar dan jangan terlalu memikirkan kondisi keuangan keluargaku, namun karena sejak September 2012 lalu aku sudah rutin mengirim uang ke orangtuaku setiap bulannya meskipun sangat sedikit, jadi ada yang mengganjal ketika aku tidak bisa memberikan apa-apa ke mereka apalagi aku sudah sarjana seharusnya aku sudah harus menghasilkan uang dan membantu mereka. Maka aku berpikir untuk bisa bekerja dan uangnya bisa kukirim ke orangtuaku karena beasiswaku sejumlah 6000 NTD/bulan hanya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhanku disini antara lain untuk pembayaran asuransi persemester, bayar ARC, uang untuk organisasi dan pembayaran fasilitas asrama (mungkin aku hanya bisa menabung maksimal 1000 NTD/bulan) tapi uang tabungan sejumlah 1000 NTD ini kumaksudkan untuk unexpected costs jadi tetap saja masih sulit untuk mengirimnya kekampung apalagi biaya pengiriman dari Taiwan ke Indo Rp. 100.000. Maka aku curhat dengan profesorku yang sangat baik dan bersifat kebapaan, aku merasa dia waliku disini, kemudian dia menawariku pekerjaan sebagai asistennya dalam mata kuliah “Trade Negotiation” untuk S1 (beliau mengajar S1 untuk spring ini). Ya, aku jadi asisten profesor sekarang bukan asisten dosen lagi senangnya hatiku dan bangganya perasaanku bukan main minggu lalu ketika beliau menawarkanku jadi TA nya dengan gaji yang menurutku sangat cukup, tidak banyak dan juga tidak sedikit yang rencananya akan kukirimkan ke kampung kalau aku gajian. Belum kuberitahu ke orangtuaku mengenai hal ini, mungkin saat akan mengirim untuk kedua kalinya nanti baru akan kuberitahu (minggu lalu aku sebenarnya sudah mengirim uang sisa uang tabungan selama di Indo).

Sebulan disini rasanya sudah setahun tidak memeluk orangtua ku. Aku sangat menyayangi mereka lebih dari diriku sendiri. Ingin rasanya tidur sama lagi dengan mama sama seperti hari-hari terakhirku sebelum ke Taiwan, terkadang air mataku jatuh juga tapi karena lingkungan disini membuatku nyaman ditambah aku bisa mendengar suara mereka jadi senyum dan tawa diwajahku pun muncul kembali. Aku berharap kondisi nyaman sebagaimana yang kurasakan disini akan terus bertahan seperti ini mungkin bisa lebih nyaman lagi. Beruntung sekali Tuhan menempatkanku disini. Target 2 tahun meraih gelar master semoga bisa kucapai. Amin :)
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

 
-->